Jumat, 12 Agustus 2011

Lima Belas

15:15

Aku diam terduduk. Ku pertahankan posisiku, tanganku kulipat untuk menahan tundukkan kepalaku di atas meja. Aku berusaha mencari keheningan yang jelas tak akan ditemukan oleh siapa pun. Setidaknya untuk saat ini.

Pagi hari.

Semangat membara. Jiwa berkobar dan terbakar oleh semangat yang tak pernah mati. Tak ada keraguan sedikit pun dalam benak atau pun hati. Lembar demi lembar sudah ku baca, ku kerjakan ulang berulang-ulang, dan ku hafal mati. Sebenarnya inilah sebab dari segalanya.

Pelajaran demi pelajaran ku lewati sambil mencuri beberapa kesempatan untuk mengingatkan diri kembali akan setiap soal yang telah aku pelajari. Untungnya, hal ini sudah biasa ku lakukan sehingga tak seorang guru pun yang menyadari apa yang ku pelajari bukanlah yang sedang ia coba terangkan untuk diriku.

Siang hari.

Jam terakhir tiba. Guru masuk, murid tidak duduk tapi berdiri. Sibuk meminta kertas ulangan. Lagu lama, lama sekali. Seketika semua siap dan sudah ber-ku. Guru membagikan soal berurutan dari yang paling terlihat siap dan percaya diri, paling tertata mejanya, dan terdiam. Aku yang pertama.

Aku memejamkan mata sejenak, menenangkan jantung yang berdenyut hingga terasa detaknya. Ku buka mataku, mulai membalik kertas soal yang diletakkan berlawanan arah. Aku membaca setiap soal perlahan sambil memancing otak memikirkan langkah pertama jawabannya. Hingga selesai membaca soal ke-9, otakku masih beku. Kalau bisa, aku ingin memanaskannya hingga encer. Selesai sudah.

Sore hari.

Waktu pengerjaan 80 menit membuat segalanya selesai pada pukul 15.15. Hingga waktu menunjukkan angka kembar, yang konon kita sedang dirindukan, tak sesoal pun merindukan untuk dijawab olehku. Semua mulai membahas jawaban setiap soal, 'memastikan' apakah jawaban mereka benar. Aku tidak suka bagian ini. Bagian di mana aku duduk diam dan semuanya sebenarnya sedang memaksakan pembenaran atas dirinya.

Aku sadar akan satu kesalahan yang mengacaukan segalanya. Aku menghafalnya sampai mati.

Aku tak dapat menghitung satu nomor pun. Nilai lima belas yang ku dapat tak' lebih dari sebuah belas kasihan.